BANDUNG – APINDO Jawa Barat mengungkapkan keberatannya terhadap Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat Nomor 561.7/Kep.838-Kesra/2024 yang mengubah ketentuan terkait Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di Jawa Barat untuk tahun 2025.
Dalam pernyataan resminya, Ketua APINDO Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik, menilai kebijakan ini dapat berpotensi merugikan sektor padat karya yang tengah menghadapi berbagai tantangan.
Menurut Ning Wahyu, sektor padat karya yang melibatkan banyak tenaga kerja sangat rentan terhadap perubahan upah. Mengingat kondisi ekonomi yang sulit saat ini, kebijakan yang dianggap memberatkan sektor ini bisa mengancam kelangsungan usaha dan lapangan pekerjaan.
“Padahal, Presiden telah menekankan pentingnya menyelamatkan sektor padat karya sebagai pilar ekonomi nasional,” ujarnya dalam keterangan pers yang dirilis pada Jumat, 3 Januari 2025.
Multinasional vs. Sektor Padat Karya: Pemahaman yang Perlu Ditekankan
Salah satu poin yang disoroti adalah penetapan sektor padat karya dalam SK tersebut. Ning Wahyu menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan padat karya dalam SK ini adalah perusahaan multinasional, yang beroperasi di lebih dari satu negara, bukan sekadar perusahaan internasional yang memproduksi barang untuk ekspor.
Ia mencontohkan perusahaan-perusahaan besar seperti Nike, Adidas, dan New Balance yang tidak otomatis dianggap multinasional jika hanya beroperasi di satu negara. Hal ini penting untuk dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam implementasi kebijakan, jelasnya.
UMSK Berdampak pada Kepercayaan Investor
Lebih lanjut, Ketua APINDO Jawa Barat menilai perubahan SK Gubernur ini membawa dampak buruk bagi stabilitas ekonomi Jawa Barat. Pertama, kebijakan ini menciptakan ketidakpastian hukum yang dapat mengikis kepercayaan investor dan mengurangi daya tarik Jawa Barat sebagai destinasi investasi.
“Tekanan eksternal yang mempengaruhi perubahan ini berisiko menciptakan preseden buruk, di mana regulasi bukan lagi dibuat berdasarkan prinsip hukum, tapi karena pengaruh luar yang melemahkan kewibawaan pemerintah,” ujar Ning Wahyu.
Selain itu, perubahan ini berpotensi memicu relokasi perusahaan ke provinsi atau negara lain yang dianggap lebih stabil dan ramah terhadap investasi. Hal ini dapat memperburuk tingkat pengangguran di Jawa Barat yang sudah menduduki posisi tertinggi di Indonesia.
Cacat Hukum dalam Penetapan SK Gubernur
Dari segi hukum, APINDO Jawa Barat menilai SK ini memiliki sejumlah kekurangan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Pertama, penetapan SK ini melanggar ketentuan dalam Permenaker No. 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025, karena SK tersebut diterbitkan setelah batas waktu yang ditentukan, yakni 27 Desember 2024, padahal seharusnya sudah ditetapkan paling lambat 18 Desember 2024. Selain itu, SK ini mencakup sektor yang tidak memenuhi kriteria sebagai sektor tertentu, seperti yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (3) Permenaker tersebut.
Ning Wahyu juga menyoroti bahwa SK ini ditetapkan tanpa melalui kesepakatan Dewan Pengupahan, yang seharusnya menjadi dasar penetapan UMSK menurut Pasal 9 Ayat (2) dalam peraturan yang sama.
“Keputusan ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip administrasi pemerintahan yang baik, seperti kepastian hukum dan keterbukaan,” tambahnya.
Tantangan bagi Pengusaha: Apakah Harus Diikuti?
Dengan beragam pertimbangan ini, Ning Wahyu menegaskan bahwa kebijakan yang cacat hukum seharusnya tidak perlu diikuti. “Jika produk SK ini cacat hukum, maka mengikuti kebijakan yang salah akan semakin memperburuk keadaan,” ujarnya.
Ia mengimbau agar pengusaha cerdas dalam menyikapi kebijakan ini dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku, imbaunya.
Ning Wahyu juga mengingatkan auditor compliance perusahaan untuk menjalankan tugas mereka dengan adil dan objektif, memastikan bahwa mereka mengikuti aturan yang sah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku, ucapnya.
APINDO Jawa Barat berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam membuat kebijakan yang tidak hanya melindungi hak pekerja, tetapi juga menjaga keberlanjutan sektor-sektor penting yang menopang ekonomi daerah dan nasional ***
Sumber Berita : Siaran pers