BANDUNG– Seiring dengan berkembangnya dunia usaha di Jawa Barat, khususnya di kawasan industri, munculnya gangguan dari organisasi masyarakat (Ormas) menjadi isu yang semakin sering diperbincangkan.
Gangguan-gangguan tersebut kini mulai mengancam kelancaran operasional perusahaan.
Menanggapi hal ini, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik, memberikan penjelasan lengkap mengenai dampak yang dirasakan oleh dunia usaha.
Dalam keterangan persnya pada Selasa, 18 Februari 2025, Ning Wahyu Astutik menegaskan bahwa gangguan yang terjadi tidak hanya terbatas pada kawasan industri, tetapi juga meluas ke perusahaan-perusahaan yang beroperasi di luar kawasan tersebut.
Beberapa bentuk gangguan yang sering terjadi, menurutnya, antara lain adalah pemaksaan penggunaan material bangunan dari kelompok tertentu, intervensi dalam proses penerimaan karyawan, hingga pemaksaan pengadaan katering dan barang lainnya.
Tak hanya itu, ormas juga melakukan pungutan uang keamanan, bahkan terhadap kendaraan logistik yang keluar masuk area industri, serta seringkali memblokir akses menuju perusahaan atau kawasan industri.
Ini semua, kata Ning, menciptakan hambatan yang merugikan dunia usaha dan menggoyahkan kelancaran operasional.
Menanggapi pertanyaan mengenai mengapa tidak memenuhi permintaan ormas untuk terlibat dalam kemitraan usaha, Ning Wahyu Astutik menjelaskan bahwa perusahaan memiliki tantangan besar dalam menjalankan kemitraan tersebut. Salah satunya adalah masalah ketidaksesuaian kualitas yang sering kali muncul.
Contohnya dalam pengadaan katering, meskipun pasokan berjalan lancar pada awalnya, namun masalah seperti keterlambatan bahan baku dan penurunan kualitas sering kali muncul. Selain itu, ormas juga sering kali tidak memahami pentingnya memenuhi standar kebersihan dan gizi yang ditetapkan oleh perusahaan.
Begitu juga dalam hal pengadaan material bangunan, di mana keterlambatan pengiriman dan kualitas yang menurun sering menjadi kendala. Banyak dari ormas yang tidak memiliki modal maupun pengetahuan yang cukup, sehingga kontrak mereka akhirnya dijual kepada pihak lain.
Hal serupa terjadi dalam pengelolaan limbah, di mana prinsip go green yang diterapkan oleh perusahaan sering kali tidak dipahami oleh masyarakat yang terlibat, yang berisiko merusak reputasi perusahaan jika limbah dibuang sembarangan.
Dalam hal perekrutan tenaga kerja, ormas juga kerap menemui ketidaksesuaian antara kriteria pekerja dengan persyaratan perusahaan. Banyak ormas yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi tanpa memperhatikan aspek legalitas atau kelayakan calon pekerja.
“Perekrutan tenaga kerja melalui ormas sering kali melibatkan biaya tambahan bagi pekerja, yang bertentangan dengan aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan,” ungkap Ning.
Ning Wahyu Astutik juga memberikan penjelasan mengenai akar penyebab dari gangguan yang sering dialami oleh dunia usaha. Menurutnya, faktor kecemburuan sosial dan ketidakpuasan ekonomi di masyarakat sering kali menjadi pemicu utama dari gangguan ini.
“Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi dunia usaha di Jawa Barat,” lanjutnya.
APINDO Jabar berharap agar pemerintah dan pihak terkait segera mengambil langkah untuk menanggulangi masalah ini, demi terciptanya iklim usaha yang kondusif dan berkelanjutan di Jawa Barat.
Dengan adanya sinergi yang baik antara dunia usaha dan masyarakat, diharapkan masalah ini bisa teratasi dan dunia usaha kembali dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya gangguan dari pihak manapun ***